Jumat, 23 September 2011

Balasan setimpal – kisah anak yang durhaka kepada orang tua


Balasan setimpal – kisah anak yang durhaka kepada orang tua

Wail berhasil lulus mengikuti ujian SMA. Kedua orangtuanya sangat bergembira, melebihi kegembiraan Wail. Dia adalah anak tunggal yang menjadi tumpuan hidup keduanya. Cita-cita Wail adalah dapat melanjutkan kuliah pada fakultas kedokteran di Paris. Orang tua Wail menyetujui rencananya dan mulai bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita anak tunggalnya.
Wail berangkat ke Paris, menuju Universitas Sorbonne untuk kuliah di Fakultas Kedokteran. Ayahnya yang berprofesi sebagai pedagang, setiap bulan selalu mengirim uang untuk memenuhi kebutuhannya. Wail mengontrak sebuah rumah mungil yang berdekatan dengan kampus milik seorang warga pribumi (Perancis).
Tidak berapa lama Wail berhasil menjalin hubungan cinta dengan gadis cantik, anak pemilik rumah. Tali cinta keduanya semakin kuat sehingga sang gadis dapat keluar masuk ke rumah kontrakan Wail dengan bebas dan kapan saja.Setanlah yang menjadi pihak ketiganya, yang senantiasa menyulut dan mengobarkan api
asmara antar keduanya. Wail pun seringkali memberi hadiah pada kekasihnya. Sementara orang tua Wail bekerja siang malam untuk dapat memenuhi kebutuhan anak tunggalnya. Akan tetapi, uang kiriman ayahnya digunakan untuk berfoya-foya dengan kekasihnya. Wail sibuk bercinta dengan kekasihnya, belajarnya menjadi terkesampingkan. Sudah bertahun-tahun orang tuanya tidak pernah terlambat dalam mengirim uang, dan ibunya selalu berpesan agar Wail tidak melupakan kedua orang tuanya sebab ia adalah anak tunggalnya. Kedua orang tuanya lalai memberikan pengarahan dan lupa tidak memantau pergaulan anak semata wayangnya.
Pada suatu hari kekasihnya datang ke kontrakan Wail sambil menangis. Wail merasa iba, lalu memeluk dan merangkulnya untuk menghiburnya. Setelah berhenti menangis, Wail menanyakan sebab ia menangis. Kekasihnya menjawab,”Orang tuaku mengusirku karena aku telah cukup dewasa, maka aku harus mampu memenuhi kebutuhanku sendiri, orang tuaku sudah tidak bersedia menghidupiku.”
Tanpa basa-basi, Wail menawarkan pernikahan kepada kekasihnya, iapun tidak menolak sedikit pun karena tidak mau kehilangan kesempatan emas. Kini keduanya telah menikah dan Wail yang bertanggung jawab mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Kemudian, Wail meminta ayahnya agar mengirim uang dalam jumlah yang lebih banyak karena harga barang-barang melonjak tinggi. Ayahnya segera mengirim uang kepada Wail. Bahkan, ibunya meminta agar ayahnya tidak pelit mengirim uang untuk kebutuhan anaknya sehingga ayahnya mengirim seluruh uang yang dimilikinya tanpa menyisakan sedikit pun. Setelah itu ayahnya bingung, dari mana ia akan mengirim uang untuk anaknya. Ibunya tanpa pikir panjang langsung menjual perhiasan yang dimilikinya demi masa depan anaknya. Sementara Wail terus merongrong orang tuanya tanpa merasakan penderita¬an yang dialami kedua orang tuanya. Yang ia ketahui hanyalah meminta orang tuanya untuk mengirim uang, lalu dihamburkan bersama istri tercintanya.
Semakin hari, kondisi ekonomi orang tua Wail semakin parah, tidak memiliki sumber penghasilan lagi. Masa belajar Wail pun belum selesai juga. Kini keduanya hanya mampu menunggu kelulusan Wail dengan penuh kesabaran dengan harapan kelak anaknya dapat membalas jerih-payah orang tuanya yang selama ini dicurahkan untuk Wail sehingga akan hidup berbahagia. Sang ibu senantiasa membesarkan hati suaminya dan memberikan harapan bahwa kelak keduanya akan hidup dalam kecukupan dan kebahagiaan setelah kepulangan Wail kelak!! Tentu anaknya akan membalas jerih-payah orang tuanya dengan yang lebih baik.
Akan tetapi, Wail meminta kiriman uang lagi, bahkan lebih banyak. Orang tuanya sudah tidak mampu mengirim sepeser pun, kecuali dengan cara menjual rumah satu-satunya. Lalu keduanya mengirimkan uang untuk Wail, dan menyisakan sedikit untuk mengontrak sebuah rumah kecil dan sangat sederhana dengan harapan sekembalinya Wail kelak akan membelikan rumah megah untuk kebahagiaan keduanya!! Anak yang terbiasa hidup dengan foya-foya selalu akan membelanjakan uang tanpa perhitungan. Kondisi orang tuanya semakin memprihatinkan, dan sudah tidak mampu lagi mengirim uang. Kemudian, orang tua Wail menulis sepucuk surat yang berisi bahwa keduanya sudah tidak memiliki kekayaan apa pun, bahkan rumah dan perhiasan milik ibunya telah dijual sehingga Wail diminta supaya hidup mandiri dan memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri karena keduanya tidak dapat diandalkan lagi.
Wail marah, tidak mempercayai isi surat yang dikirim ayah¬nya, dia berprasangka buruk kepada kedua orang tuanya. Dalam kondisi seperti ini setan menjadi cerdik, merasukkan was-was ke dalam diri Wail, yakni orang tuanya tega menghancurkan masa depan anak tunggalnya. Hati Wail menjadi keras dan membatu, dia memutuskan hubungan dengan kedua orang tuanya karena sibuk bekerja untuk membiayai kuliahnya. Setelah berhasil menye¬lesaikan kuliahnya, ia tetap bekerja agar dapat mengumpulkan sejumlah uang sehingga ketika pulang ke negaranya dapat mem¬buka praktek. Ia bersungguh-sungguh untuk mewujudkan ke¬inginannya. Lalu memutuskan untuk pulang ke negaranya beserta istrinya tanpa memberitahu seorang pun, termasuk kedua orang tuanya!!
Wail hidup bersama istrinya yang berkebangsaan Perancis, dan menjadi seorang dokter yang kaya. Walaupun demikian, tidak mempunyai keinginan untuk bertemu dengan kedua orang tuanya. Hatinya telah keras membatu, penuh rasa dendam terhadap kedua orang tuanya yang sejatinya merekalah yang menjadikan Wail hidup bahagia dan berkecukupan. Allah menguji Wail dengan perlahan-lahan dan tidak pernah akan lalai. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah akan lupa terhadap hamba-Nya. Dengan izin Allah ada seorang lelaki yang datang ke klinik Wail untuk periksa. Lelaki itu adalah teman dekat ayah Wail, yang tidak di¬kenal oleh Wail. Begitu pasien ini keluar dari tempat praktek Wail, dia langsung menuju rumah ayah Wail untuk memberitahu bahwa anaknya telah pulang dari Perancis dan membuka praktek. Ayah Wail terperanjat saat mendengar kabar tersebut, bahkan sempat tidak mempercayainya. Lalu kawan dekatnya bersumpah bahwa apa yang dikatakannya adalah benar, dia berkata, “Kalau kamu tidak percaya, mari sekarang aku antar ke tempat praktek¬nya!”
Ayah Wail pergi bersama kawannya dengan penuh ke¬heranan, tidak habis pikir. Begitu kedua mata ayahnya menatap papan praktek, dia membaca nama anaknya terpampang di papan tersebut dan mencium bau jantung hatinya. Kemudian, kedua matanya mengalirkan air mata kebahagiaan dan keharuan. Keduanya menaiki tangga sementara ayah Wail masih saja tidak bisa mempercayai apa yang dilihat matanya. Sekarang, ayah Wail dapat bertemu dengan anak tunggalnya setelah sekian lama meng¬hilang, ia ingin memeluknya untuk memadamkan api kerinduan. Namun, begitu sang ayah mendekati anaknya, anak yang durhaka itu sudah berteriak, “Di situ saja, jangan mendekatiku agar istriku yang berkebangsaan Perancis tidak menghinaku sehingga jatuh harga diriku!!” Ayah Wail diam terpaku. Wail yang durhaka melanjutkan bicara, “Dengarkan, aku akan memberimu bantuan sejumlah uang, tapi ingat, segera pergi dari sini dan aku tidak ingin melihatmu lagi!!”
Di sinilah ayah Wail sangat kecewa dengan harapannya selama ini, musnahlah semua angan-angannya. Tiba-tiba ia ingin mengatakan satu kalimat untuk Wail, yang jika gunung yang kokoh mendengarnya tentu akan roboh seketika dan beterbangan debunya. Ayahnya bersumpah, “Semoga Allah dan seluruh ma¬nusia melaknatmu dan murka kepadamu sampai datangnya Hari Kiamat, serta sengsara selama-lamanya!” Kemudian, meludahi wajah Wail sehingga dengan itu berhenti marahnya. Kemudian, sang ayah melanjutkan kata-katanya, “Semoga Allah, Tuhan semesta alam memberi kami kecukupan tanpa bantuanmu.”
Ayah Wail pulang ke rumah, lalu menemui istrinya diliputi rasa sedih dan kecewa yang merobek-robek hatinya. Kemudian, menceritakan kabar duka itu kepada istrinya. Ia pun berduka dan menangis lama. Segala sesuatu pasti ada akhirnya, terutama setelah ayah Wail menyumpahi anaknya yang keluar dari relung hati yang penuh duka.
Akan tetapi, anak yang durhaka itu tidak terpengaruh sedikit pun dengan sumpah orang tuanya sebab hatinya telah keras membatu, hitam pekat. Bahkan, lebih pekat dari gelapnya malam.
Pada hari libur, Wail dan istrinya pergi ke luar kota untuk jalan-jalan menghilangkan kelelahan setelah sekian lama bekerja. Namun, di salah satu tikungan jalan, mobil yang dikendarainya tergelincir dan jatuh di kedalaman sungai. Wail dan istrinya mati seketika. Berita musibah tersebut di dengar kedua orang tuanya. Lalu kedua orang tuanya menjadi yakin bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doa orang yang teraniaya. Nah, bagaimana kemu¬dian nasib kedua orang tuanya? Merekalah yang mendapatkan harta warisan berikut tempat praktek anaknya.
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Melihat. Dia memberi kebebasan orang zalim untuk berbuat semaunya sehingga jika Allah telah berkenan mencabut dan menyiksanya, tidak ada sedikit pun yang terlewatkan. Dalam kisah ini terdapat pelajaran yang dapat dipetik untuk segenap anak dan para orang tua. Anak-anak wajib berbakti kepada orang tua dan menjaga perasa¬annya. Adapun orang tua berkewajiban mendidik anaknya dengan pendidikan yang islami dan benar. Orang tua harus menjauhkannya dari tipu daya dunia serta perangkap-perangkap setan, terutama sekarang ini, di era globalisasi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang Ibu-bapaknya. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Hanya kepada-Kulah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. ” (Al-Ankabut: 8) 
Sumber: Kama Tadinu Tudanu

Kisah Sakratul Maut ( Bagian1): Anak Durhaka pada Orang Tua

 Di Postkan Oleh:H.Lahamuddin Magga
Pada suatu hari Rasulullah saw mendatangi seorang pemuda saat menjelang kematiannya. Beliau mengajarkan kepadanya kalimat syahadah: Lailaha illallah. Tetapi pemuda itu lisannya terkunci.
Rasulullah saw bertanya kepada seorang ibu yang ada di dekat kepalanya: Apakah pemuda ini punya ibu?
Ia menjawab: Ya, saya ibunya.
Rasulullah saw bertanya: Apakah kamu murka kepadanya?
Ibunya menjawab: Ya, saya tidak berbicara dengannya selama 6 haji (6 tahun).
Rasulullah saw bersabda: Ridhai dia!
Ibunya menjawab: Saya meridhainya karena ridhamu padanya.
Kemudian Rasulullah saw mengajarkan kembali kepadanya kalimat: Lailaha illallah.
Pemuda itu sekarang dapat mengucapkan kalimat Lailaha illallah.
Rasulullah saw bertanya kepadanya: Apa yang kamu lihat tadi?
Pemuda menjawab: Aku melihat seorang laki-laki yang berwajah hitam, pandangannya jahat, pakaiannya kotor, baunya busuk; ia mendekat kepadaku, dan marah padaku.
Kemudian Rasulullah saw membimbingnya membaca:

يَا مَنْ يَقْبَلُ الْيَسِيْرَ وَيَعْفُو عَنِ الْكَثِيْرِ اِقْبَلْ مِنِّى الْيَسِيْرَ، وَاعْفُ عَنِّي الْكَثِيْرَ اِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Yâ May yaqbalul yasîr wa ya’fû ‘anil katsîr iqbal minnil yasîr, wa’fu ‘annil katsîr, innaka Antal Ghafûrur Rahîm.
Wahai Yang Menerima amal yang sedikit dan Mengampuni dosa yang banyak, terimalah amalku yang sedikit, dan ampuni dosaku yang banyak, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Lalu ia mengucapkannya.
Rasulullah saw bertanya lagi: Lihatlah sekarang apa yang kamu lihat?
Pemuda menjawab: Aku melihat seorang laki-laki yang berwajah putih dan indah, harum baunya, bagus pakaiannya; ia mendekat padaku, dan aku melihat orang yang berwajah hitam itu menjauh dariku.
Rasulullah saw bersabda: Perhatikan lagi, ia pun memperhatikan. Kemudian beliau bertanya: Apa yang kamu lihat sekarang.
Pemuda menjawab: Aku tidak melihat lagi orang yang berwajah hitam itu, aku hanya melihat orang yang wajahnya putih, dan cahaya meliputi keadaan ini. (Al-Mustadrak 2:129)
Wahai saudara-saudaraku, renungi baik-baik kejadian ini, dan perhatikan betapa banyak akibat buruk durhaka kepada orang tua. Bukankah pemuda itu adalah salah seorang dari sahabat Nabi saw, beliau menjenguknya, duduk di dekat kepalanya, dan beliau sendiri yang mengajarkan kalimat tauhid kepadanya. Tapi ia tidak mampu mengucapkannya kecuali setelah ibunya memaafkan dan meridhainya
Janry Febriano dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga Kristen. Dari kecil ia hidup dengan ibunya akibat perceraian kedua orang tuanya. Namun pemahaman Janry tentang Alkitab dan Yesus Kristus masih sangat kurang. Pendidikan SD ia jalani di kota Manado, kemudian melanjutkan pendidikan SMP di kota Jakarta. Setelah tamat SMP Janry memutuskan untuk masuk ke sekolah pelayaran menengah.
Janry pernah mempelajari ilmu kebatinan dan hipnotis sehingga ia sempat menjadi jagoan di terminal Bekasi karena tidak mempan dengan senjata tajam. Janry pernah bertobat dan memberikan diri dibabtis setelah sebelumnya ia mencoba menghipnotis seorang gadis yang ternyata seorang hamba Tuhan, tapi usahanya tersebut tidak berhasil.
Jatuh Dalam Narkoba
Setelah dibaptis ternyata kehidupan Janry tidak berubah menjadi baik. Karena pergaulannya yang buruk, ia mulai mengkonsumsi narkoba jenis putauw dan mengisap ganja setiap hari. Demi mendapatkan uang untuk membeli narkoba – Janry sampai menjual semua barang-barang yang ada di rumahnya. Bahkan peralatan dapur, sendok dan garpu pun ia jual. Setelah barang-barang di rumahnya habis, ia melakukan tindakan kejahatan pencurian yang mengakibatkan dirinya ditangkap dan ditahan dalam penjara.
Tiga Kali Dipenjara
“Pada tahun 1999 saya pertama kali merasakan yang namanya dipenjara karena kasus narkoba dan pencurian,” ujar Janry.
Saat itu Janry divonis penjara selama enam bulan. Dan setelah itu Janry dipenjara untuk yang kedua kalinya pada tahun 2000 selama satu tahun. Setengah tahun karena kasus perampokan terhadap supir taksi di daerah Bantar Gebang Bekasi dan setengahnya karena kasus narkoba.
Menghajar Ibu Kandung
Setelah keluar dari penjara, sifat Janry masih tetap brutal. Ia tidak meninggalkan kebiasaannya mengkonsumsi narkoba. Sampai pada suatu hari ia sudah tidak memiliki pilihan lain untuk mendapatkan

uang selain meminta kepada ibunya. Sjenny, ibunya Janry tidak memenuhi permintaan Janry. Seketika itu juga seperti orang yang sedang kemasukan roh jahat Janry memukuli dan menendang ibunya hingga babak belur.
Sjenny sempat berlari setelah dipukuli oleh anaknya. “Tuhan, tolong saya, Tuhan,” seru Sjenny sambil berlari. Wajahnya penuh dengan luka lebam. Janry terus mengejar Sjenny, ibu kandungnya sendiri. Ia masih tidak puas dengan pukulan-pukulan yang sudah melukai wajah ibunya. Sampai di sebuah jembatan Janry berhasil menangkap tubuh ibunya. Setelah itu Janry memukuli ibunya lagi hingga mata ibunya hampir pecah dan menendangnya hingga terjatuh.
“Saat pemukulan itu kondisi saya masih dalam pengaruh narkoba,” ujar Janry. “Saya tidak ada rasa terbeban dan tidak ada rasa bersalah. Yang saya rasakan enjoy saja,” lanjutnya.
“Memang kasih sayang ibu kepada seorang anak tidak akan pernah hilang. Yang paling penting saya tahu bahwa dia titipan Tuhan,” ujar Sjenny dalam sebuah kesaksian. Air mata mengalir deras di wajahnya.
Setelah mengambil sebuah televisi, VCD player dan sejumlah uang, Janry dilaporkan ke polsek Tambun. Ia kemudian ditangkap dan dipenjara selama satu setengah tahun. Sebelumnya Sjenny sempat berkonsultasi dengan saudara-saudaranya dan memutuskan untuk melaporkan Janry ke polisi – supaya dengan dipenjara, Janry menjadi kapok dan bertobat. Akhirnya pada suatu hari seorang petugas polisi menjemput Janry dan memasukkannya ke dalam penjara untuk yang ketiga kalinya. Janry dipenjara di LP Bulak Kapal Bekasi karena kasus pemukulan terhadap orang tuanya.
Sjenny sudah putus asa. Ia hanya bisa berdoa kepada Tuhan. “Tuhan, tolong ambil nyawa anak saya atau ambil nyawa saya,” seru Sjanny. “Tapi Tuhan, kalau boleh saya tawar menawar, jangan jadikan Janry hanya sebagai hamba-Mu tapi juga anak-Mu,” lanjutnya.
Bertemu Yesus Saat Over Dosis
Pada suatu hari, di dalam kamar kecil penjara, Janry sembunyi-sembunyi menyuntikkan putauw ke tubuhnya. Terus ia tambahkan dosisnya karena ia tidak merasakan apa-apa. Tiba-tiba kepalanya terasa berat dan pandangannya mulai memudar. Semua di sekelilingnya mulai terlihat seperti agak hitam, hingga pada akhirnya

menjadi hitam pekat. Janry pun tergeletak tidak sadarkan diri di lantai kamar kecil penjara akibat over dosis.
Ketika sedang tidak sadarkan diri – Janry mengalami kejadian aneh. Janry merasakan dirinya sedang berjalan dalam kegelapan. Ia begitu ketakutan dan mencoba meraba-raba mencari jalan, tetapi di sekelilingnya masih terlihat gelap. Ia seperti orang buta yang sedang berjalan di sebuah tempat yang asing. Dalam keadaan bingung dan terperangkap dalam kegelapan yang misterius, Janry ingat kepada Tuhan. Kemudian ia berdoa, “Tuhan, tolong saya. Kalau Tuhan memang benar Tuhan dan Juru Selamat saya, tolong keluarkan saya dari tempat ini dan saya mau mengikuti Engkau dengan sungguh-sungguh.” Janry terus berdoa meminta pertolongan Tuhan Yesus.
Lalu ia mulai menemukan satu titik cahaya yang perlahan-lahan terlihat semakin terang. Ia berusaha berjalan menuju ke arah titik itu. Tiba-tiba Janry melihat Seseorang di depannya dengan tubuh bersinar. Sangat menyilaukan ketika Ia menghampiri Janry sambil membuka tangannya. Orang itu sepertinya ingin memeluk tubuh Janry. Dalam hati Janry ia merasa yakin bahwa Orang itu adalah Tuhan Yesus. Orang itu lalu berkata kepada Janry, “Barangsiapa Kukasihi, dia Kutegur dan Kuhajar. Relakan hatimu dan bertobatlah.” Janry tersungkur di bawah kaki-Nya dan berdoa minta ampun. Air mata mulai membasahi wajahnya.
Tiba-tiba Janry tersadar. Dia melihat di sekelilingnya tidak ada satu orang pun. Ia masih berada di dalam kamar kecil penjara. Tidak ada satu orang pun yang menolongnya ketika ia over dosis. Ia menyeka busa di mulutnya dan bangkit meninggalkan ruangan itu sambil mengucap syukur. Sejak Janry bertemu Tuhan secara pribadi, ia tidak pernah lagi mengalami sakau atau ketagihan. Tuhan benar-benar memulihkan Janry. Hari-hari berikutnya Janry lalui dengan aktif mengikuti pelayanan di persekutuan yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan tempat ia ditahan. Sisa masa tahanan Janry masih tersisa enam bulan lagi.
Pemulihan Dari Tuhan
“Semakin hari saya merasa semakin dipulihkan karena kebaikan Tuhan yang selama ini baru saya sadari,” ujar Janry. Ia melanjutkan kesaksiannya, “Tuhan itu benar-benar baik buat saya. dimana dia masih mau mengampuni saya dan memilih saya untuk melayani pekerjaan-Nya. Banyak perubahan yang terjadi sama saya, terutama mama saya. Dia sangat bahagia sekali mendengar kesaksian saya sewaktu saya bertemu Tuhan di penjara. Dari beberapa kejahatan yang pernah saya lakukan, yang paling saya sesali adalah saya telah memukul mama. Hal yang paling kurang ajar yang pernah saya lakukan terhadapnya. Setelah saya keluar dari penjara, saya meminta maaf sama mama dan mama mau mengampuni saya, bahkan sekarang dia lebih sayang sama saya. Terima kasih Tuhan, Engkau telah memberikan mama yang begitu sabar kepada saya.”
Setelah Tuhan pulihkan Janry, timbul kerinduan dalam hati Janry untuk terus dekat dengan Tuhan. Ia pun rindu sekali untuk sungguh-sungguh melayani Tuhan. Akhirnya kerinduan itu terjawab lewat seorang hamba Tuhan bernama Rico Garot. Yang ternyata juga teman Sjenny, ibu Janry. Rico membiayai Janry untuk sekolah Teologia di Seminari Bethel Jakarta. Janry berharap, setelah lulus dari sekolah itu kelak ia bisa menjadi seorang pendeta.
Saat ini Janry bersekolah di sana sambil melayani pekerjaan Tuhan di gereja Tiberias BTC sebagai pengerja.
“Saat saya bertemu dengan Tuhan Yesus yang saya lihat indah sekali. Ada sebuah sukacita yang luar biasa dalam kehidupan saya. Dan ada sebuah kebebasan di mana Tuhan mengangkat saya dari dunia yang hitam ke dunia yang putih,” ujar Janry dengan mata berkaca-kaca. “Ternyata semua yang Tuhan sudah siapkan buat saya begitu indah dan saya bersyukur masih belum terlambat untuk menyadarinya,” ujar Janry menutup kesaksiannya sambil menyeka air mata di wajahnya. (Kisah ini telah ditayangkan 25 Juni 2007 dalam acara Solusi di SCTV).

KISAH ANAK DURHAKA KEPADA ORANGTUA

Diceritakan ada sebuah keluarga di daerah Jawa Barat pada tahun 1950. Ayahnya seorang supir pribadi dan anaknya ada 7 orang, 1 perempuan dan 6 laki-laki.Dari keenam anak laki-laki ada 1 orang anak yang sangat bandel, dan kasar kepada orangtuanya sendiri sehingga orangtuanya sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Jika keinginannya tidak dipenuhi dia akan mengamuk, menghancurkan barang-barang milik orangtuanya bahkan setelah dia menginjak dewasa dia sering memaksa meminta uang kepada orangtuanya dengan ancaman akan membunuh orangtuanya sendiri.
Setelah dewasa lelaki itu jatuh cinta kepada seorang wanita cantik dari sumatera barat. Wanita ini mengejar-ngejar lelaki itu sampai mau bunuh diri kalau tidak direstui oleh orangtuanya. Akhirnya mereka menikah pada tahun 1975 dan dikaruniai 2 orang anak yang terdiri dari 1 anak laki-laki dan yang kedua anak perempuan.
Awal pernikahan mereka bahagia sekali karena cukup hartanya tetapi disaat anak-anaknya berusia 10 tahunan, mulailah goyang perekonomian, lelaki itu kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Disaat itulah mereka sering bertengkar dan istrinya ingin bercerai tetapi lelaki itu tidak mau. Dan akhirnya istrinya ingin pulang ke kampung halamannya di Sumatera Barat, mereka hijrah ke sana dengan membawa kedua anaknya.Setelah sampai di Sumatera Barat mereka tinggal di tempat orangtua istrinya. Baru sebulan mereka disana, istrinya mengadu kepada orangtuanya bahwa dia hidup susah bersama lelaki itu sehingga orangtua istrinya mengusir lelaki itu dari rumahnya setelah beberapa hari istrinya sudah dijodohkan dengan orang sumatera barat lagi sampai menikah, melihat kejadian itu lelaki itu sakit hati, dia tidak bisa berontak karena dia lemah tanpa daya berada di kampung orang lain tanpa sanak saudara yang jauh di Jabar.Lelaki itu stress dia sakit hati banget bagai petir menyambar diatas kepalanya karena status pernikahannya belum bercerai. Lelaki itu hidup sebatang kara sengsara jadi gelandangan, dia ingin pulang ke Jabar tapi tidak punya ongkos tidak ada uang sepeserpun. Suatu hari lelaki itu bertemu dengan orang Jawa dan orang jawa itu merasa kasian dia memberi makan dan ngobrol “darimana asalmu de?” lelaki itu menjawab “sayah mah dari Jabar, sayah teh bukan orang sumatera, saya ingin pulang ke Jabar ke kampung halaman tapi tidak punya uang”. Seteelah lama bercerita akhirnya orang jawa itu mengajak pulang ke Jabar dengan memberi ongkos. Setelah sampai di Jabar dan tiba di rumah orangtuanya, orang jawa itu mengantar dan menceritakan keadaan lelaki itu di Sumatera hidup terlunta-lunta sejak diusir istrinya. Setelah itu orangtuanya berusaha mengobati ke paranormal tetapi tidak ada hasilnya, paranormal mengatakan bahwa lelaki itu diguna-guna oleh istrinya agar lelaki itu menjadi gila.
Mendengar hal itu orangtuanya jadi kecewa karena anaknya tidak bisa sembuh lagi sampai berobat ke berbagai tempat.Setelah beberapa tahun orangtuanya meninggal dunia. Lelaki itu hidup sendiri lagi hanya adiknya yang mengurusnya di Ciamis sedangkan adik yang lainnya sudah berumah tangga dan takut kepada lelaki itu karena dia sering mengamuk dan jahat kepada adiknya karena pelampiasan yang tidak bisa marah kepada istrinya yang di Sumatera. Menginjak usia 40 tahun lelaki itu meninggal dunia di Ciamis, adik- adiknya menguburkannya. Suatu hari setelah 2 tahun lelaki itu meninggal, anaknya yang di Sumatera juga meninggal yang perempuan karena tidak diurus oleh ibunya terkena keracunan makanan, sedangkan anak yang laki-laki pergi mencari ayahnya ke Jabar tetapi sayang ayahnya itu sudah meninggal dunia sehingga tidak bisa bertemu …